PENELUSURAN HARI JADI BULUKUMBA DIANTARA REKAMAN LONTARA DAN NASKAH SEJARAH Oleh : Drs.Muhannis
PENELUSURAN HARI JADI BULUKUMBA
DIANTARA
REKAMAN LONTARA DAN NASKAH SEJARAH
Oleh
: Drs.Muhannis
A.Pendahuluan
Menelusuri kehadiran
Bulukumba dalam rekaman sejarah ibarat mengais serpihan sisa masa lalu
yang selama ini diabaikan dan cenderung dilupakan oleh sebahagian warga
Bulukumba sendiri. Bagi yang bersikap apatis, cenderung mengatakan apa perlunya
menelusuri dan mengais sisa-sisa masa lalu yang belum tentu berguna untuk
kesejahteraan manusia masa kini.Ukurannya adalah bahwa sejauh itu akan menguntungkan dari sisi
financial,mengapa tidak untuk digali.Tapi bila tidak,mengapa harus bersusah
payah mengais dan mengorek beberapa hal yang harusnya terkubur dalam dan
akhirnya lapuk seiring dengan ketidakpedulian banyak orang selama ini. Namum di
sisi lain,ada juga anggapan bahwasanya menggali dan mengais serpihan masa lalu
Bulukumba adalah mutlak harus dilakukan demi jati diri sebagai bahagian dari anak
bangsa yang tahu menghargai sejarahnya.
Keberadaan Bulukumba yang secara kultural sebagai wilayah
meleburnya dua kebudayaan besar di Sulawesi Selatan yakni Kebudayaan Bugis dan
Makassar adalah sebuah kekuatan yang harus dijaga.Dalam perjalanannya
memberikan kita suatu pandangan betapa asimilasi keduanya telah memungkinkan
terjadinya mutasi transformative akan leburnya dua kebudayaan tadi menjadi
sebuah wilayah yang disegani sejak dahulu. Pergumulan menantang masa dan
waktu mengiringi perjalanan
keduanya,selalu dipertemukan dengan realita betapa keinginan untuk maju melangkah bersama menatap masa
depan Bulukumba yang lebih bermartabat adalah komitmen yang telah terbangun
melalui kesadaran sejarah.
Masa lalu Bulukumba
adalah masa lalu yang serba plural yang ditandai dengan beragamnya istilah
kepemimpinannya seperti Karaeng,Jennang,Galarrang,Lompo,Anrong Tau, Ammatowa, Galla,
Karadepa, dan sebagainya.Sayangnya bahwa
semua wilayah itu tidak pernah dipersatukan dalam sebuah ikatan
besar sehingga terdapat legitimasi
diantara mereka untuk menjadi pemimpin dan diakui bersama.Harus diakui bahwa
selama ini,kita tak mengenal adanya Tomanurung atau Tu Tompo yang mampu
mempersatukan seluruh Bulukumba menjadi
satu kerajaan. Kalaupun ada,kehadirannya berkuasa terbatas pada wilayahnya
sendiri seperti legenda Kajang yang mengenal Tu Tompo,tapi kekuasaannya tidak
mencakup seluruh wilayah Kab.Bulukumba secara administrative saat ini. Lebih
diperparah lagi belum ditemukan data
bahwa pernah ada seorang pemimpin yang mengambil inisiatif untuk membentuk
federasi se kawasan ini atau bentuk lainnya.
Sekarang pasti akan muncul sebuah pertanyaan, kenapa kita
sekarang menjadi bangga menjadi bagian dari sebuah komunitas yang dinamakan Bulukumba.Padahal Bulukumba
dari sisi sejarahnya tak lebih dari sebuah wilayah yang setara dengan kampung-kampung
lainnya yang ada di wilayah Kabupaten Bulukumba saat ini.Apakah kita hanya
mengikuti saja pelabelan-pelabelan kolonial yang karena tuntutan administratif
harus dibentuk menjadi onderafdeling sekaligus membawahi distrik,wanua,kampung
atau semacamnya.Dengan demikian maka kita harusnya berterima kasih kepada
penjajah bahwa dengan pelabelan itulah yang menjadi dasar terbentuknya nama
Kabupaten Bulukumba.Tetapi kalau ini yang menjadi dasar,maka sesungguhnya kita
rapuh karena tidak ada ikatan emosional
yang sama diantara semua distrik atau wanua yang terpaksa, dipaksa ataupun
ikhlas menjadi bagian dari Bulukumba yang sama kita cintai saat ini.
Sebagai masyarakat yang heterogen,Bulukumba sesungguhnya
terbangun dari dua kultur yang dalam perjalanan sejarahnya tidak pernah terjadi
atau tidak akan terjadi bahwa ikatan primordial linguistik dan jejak budaya
lain akan menjadi penghalang diantara keduanya untuk saling berinteraksi. Namum
demikian, kita sebaiknya tidak boleh bangga dengan masa lalu itu apalagi
lengah.Sebuah wilayah yang dibangun di atas pondasi yang berhubungan dengan
jejak genealogis linguistic serta keterikatan jejak kultur leluhur,cenderung
menjadi arena rivalitas etnik.Saat ini muncul budaya dan kecenderungan baru
untuk selalu mengusung budaya homogen sebagai identitas.Penganut faham ini selalu
berupaya untuk menggali identitas-identitas homogen yang memungkinkan munculnya
pembenaran untuk membentuk suatu wilayah baru yang akhirnya akan mengacaukan
kebulukumbaan kita dan ternyata telah
terbukti kuat menapaki sejarahnya.
Mungkin susah kita bayangkan andai saja kekuatan budaya homogen
dimanipulasi dengan mengoposisikan diri dengan kelompok
lainnya,kemudian dibumbui dengan perbedaan jejak kultur, lalu dirasionalkan dan
akhirnya menjadi daya pembubar yang efektif. Untuk menghindari hal itu,maka dibutuhkanlah
sebuah perekat yang dapat mengikat bingkai kebulukumbaan kita.Perekat dimaksud
adalah tetap menjaga hubungan baik
diantara semua elemen masyarakat tanpa dikotomi masyarakat Bugis atau Konjo
ataupun identitas etnik lainya. Kalau hal itu kita sudah dapatkan, maka selanjutnya
adalah mengindetifikasi faktor-faktor pencetusnya, kemudian dicarikan jalan
keluarnya. Hubungannya dengan penentuan Hari Jadi sebaiknya harus berangkat
dari sudut yang diakui oleh komunitas-komunitas yang ada tanpa menganakemaskan
satu pihak dan pihak lain merasa teraniaya.
B.Bulukumba dalam
rekaman Lontara
Banyak orang mempertanyakan,sesungguhnya kapan kata Bulukumba
pertama kali dipakai.Jawabannya pasti sudah lama.Kalau sudah lama apa bukti
pendukungnya. Sebelum membahasnya,kita perlu menyadari bahwa penamaan Bulukumba
dari sisi sejarah masa lalu adalah mengacu pada sebuah wilayah yang terletak di wilayah pesisir antara Kerajaan
Gantarang dengan Kerajaan Dannuang.Kedudukan Bulukumba sama dengan kedudukan
distrik-distrik atau wanua lain yang
sifatnya otonom. Tapi kenapa dialah yang ditetapkan menjadi nama sebuah
kabupaten sekaligus menjadi
ibukotanya,maka itulah yang perlu ditelusuri.Yang pasti adalah dia memiliki
kelebihan dibanding dengan yang lainnya.Bulukumba dengan posisi sentralnya
sejak dahulu seolah-lah menjadi pemegang hegemoni diantara kerajaan-kerajaan
yang berdaulat yang ada di Bulukumba saat ini.Selain Bulukumba,kampung lain
yang sering disebut dalam Lontara adalah Bira yang telah dicatat dalam Lontara
Sawerigading sekitar abad ke-VIII dengan sebutan Waniaga. Kajang juga sering
disebut terutama dalam hubungannya dengan Bone,bahkan pernah ditetapkan sebuah
afdeling tersendiri walau tidak lama dengan membawahi beberapa regent. Untuk
peninggalan arkeologi, Ara juga sering dikaitkan dengan penemuan artefak berupa
anak panah batu di Gua Jobbolang yang menurut ahli arkeologi Australia serta hasil
uji kimia karbon berusia 15.000 tahun yang lalu serta manik-manik kaca dari
India Selatan yang ditemukan di Gua Passe berusia sekitar 500 tahun sebelum
Masehi.Tapi dengan masa lalunya itu,tidak mungkin untuk dapat dijadikan sebagai
hari jadi Bulukukmba karena sifatnya hanyalah lokal.
Kata Bulukumba dalam
rekaman naskah lontara pertama kali ditulis dalam lontara Jayalangkara
yang isinya adalah gabungan dari
beberapa naskah temuan Matthes di daerah berbahasa Makassar atau Konjo termasuk
di Ara ,Bira,Tanahberu, Lemo-lemo yang
pernah diamatinya saat mengadakan kunjungan pada tanggal 13-20 November 1864
diwilayah itu.Bahkan sampai saat ini, kegiatan Matthes mempelajari lontara Ara yang saat itu dikumpul di Bira masih
menjadi buah bibir dan ingatan sejarah orang-orang tua Ara. Sisa-sisa lontara
semacam itu telah diselamatkan oleh penulis dengan mengundang Balai Arsip Nasional Makassar ke Ara untuk
memicrofilmkan sebanyak dua kali karena
jumlahnya lebih seratus naskah. Salah satu bagian lontara Jayalangkara atau
sering disebut dengan Makassarsche Chrestomathik adalah sejarah Gowa Tallo yang
menggambarkan bahwa saat pemerintahan Raja Gowa ke IX Karaeng Tumapa’risi
Kallonna berhasil menjadikan wilayah
Bulukumba menjadi taklukannya dan menjadi bagian dari kerajaan Gowa.Lengkapnya
tertulis ,,iaminne Karaeng Tumapa’risi Kallonna ambetai Garassi,
ambetai Katingang, Parigi, Siang, Sidenreng, Lembangang, angngallei sabukatina
Bulukumba, Silayara, ambetai Panaikang, Madallo, Cenrana, Karaenna Tu
Marusuka,Tu Polombangkengnga, Tu Bonea dst”
Dari data lontara ini,tentunya tidak sulit untuk menentukan
kapan pertama kali Bulukumba dijadikan suatu wilayah dengan pemerintahan
sendiri walau dibawah kekuasaan Gowa seperti daerah lainnya.Caranya hanya
dengan membandingkan dengan masa pemerintahan Karaeng Tumapa’risika Kallonna
yang mempunyai nama lengkap Daeng Matanre Karaeng Mannuntungi Tumapa’risika
Kallonna memerintah Gowa pada tahun1510-1546 menggantikan kakaknya sebagai raja
Gowa ke VIII yaitu I Pakeretau Tunijallok Ripassukki.Ayahnya juga sebagai raja
Gowa ke-VII yaitu Batara Gowa dari Ibu yang bernama I Rerasi. Kalau era ini
dianggap awal tercatatnya kata Bulukumba dalam lintasan sejarah,maka waktu yang
tepatnya menjadikan Bulukumba sebagai bagiannya adalah dengan membandingkan
dengan data lain dalam lontara yang sama, dimana tertulis bahwa,, julutaungngi nibetana Garassi,nibetana todong
Malaka ri Paranggia”. Dengan demikian maka Bulukumba pertama kali resmi
diakui secara luas sebagai wilayah tersendiri walaupun masih dalam bayang-bayang
Gowa adalah tahun 1511 bersamaan dengan
jatuhnya Malaka ke tangan Portugis.
Seandainya kita belum puas dengan keterangan ini,maka kita
masih bisa menelusuri masa lain dari lontara yang sama yakni era kekuasaan Raja
Gowa ke X yaitu I Manriogau Daeng Bonto Karaeng Lakiung Tunipalangga Ulaweng
yang berkuasa pada tahun 1546-1565.Pada masa ini,Gowa mengambil alih sebagian
besar wilayah Bulukumba dan kembali menegaskan kekuasaannya ditambah wilayah
baru antara lain Kajang, Ujungloe,
Panynyikkokang, Palioi,Gantarang, Wero, Bira dll. Masalahnya tidak
ditemukan data akurat,moment apa yang dijadikan tahun keberadaannya, sehingga
sulit menentukan tanggal dan tahun pasti mulai dijadikan wilayah baru oleh
Gowa.
Seiring dengan perkembangannya,keberadaan wilayah-wilayah ini
yang resmi menjadi wilayah Gowa,kemudian dipertegas dengan adanya Perjanjian
Caleppa pada tahun 1565 dimana ditegaskan bahwa
Sungai Tangka adalah batas kerajaan Bone dan Gowa atas prakarsa dari
Raja Gowa ke 12 I Manggorai Daeng
Mammetta Karaeng Bontolangkasa dan Raja
Bone La Tenrirawe Bongkangnge dibantu oleh penasehatnya I Mappakatana Daeng Padulung( Gowa Tallo ) dan Kajao
Laliddong ( Bone).Posisi ini kembali
memperkuat kedudukan daerah ini sebagai wilayah Gowa sampai perjanjian Bungaya
18 November 1667. Setelah perjanjian
ini, posisi Bulukumba dan sekitarnya adalah sebagai daerah pinjaman dibawah
kendali Arupalakka Petta Malampae’e Gemme’na.
Naskah lontara lain yang sering menyebut Bulukumba adalah
catatan harian La Temmassonge Toappaweling Raja Bone XXII pada awal pemerintahannya atau pada tahun 1752-1762 dimana saat itu
jelas sekali memposisikan Bulukumba termasuk kerajaan lainnya sebagai bagian dari kekuasaannya.Gambarannya
dapat terlihat pada catatan hariannya sebagai berikut;
1.Tanggal 14 November
1752 tiba di Tiro,lalu ke Bira dan menginap
di Dannuang sampai tanggal
18 November dan Karaeng Bulukumba
mempersembahkan beras dan 1 ekor kerbau.
2.Tanggal 29 Maret 1753 Jennang
Bulukumba membawa perahu.
3.Tanggal 6 Maret 1754 Jennang
Bulukumpa membawa 3000 ikat padi dan 10 Januari 1756 sebanyak
2200 ikat padi.
4.
Tanggal
7 Oktober 1757 ke Tanahberu dan Lemo-Lemo
5.
Tanggal
31 Desember 1758 anak Jennang Bulukumba membawa 237 ikat padi.
6.
Tanggal
6 Oktober 1759 Arung Bulukumpa mempersembahkan 1 ekor kuda.
Dari data di atas jelas memperlihatkan bahwa Bulukumba adalah
nama sebuah wilayah yang sama dengan
wilayah lainnya yang rutin membawa pakkusiwiang atau harta persembahan kepada raja Bone. Namum juga
memberikan bukti bahwa posisi Bulukumba adalah sentral dari semua wilayah
disekitarnya.
C.Bulukumba jadi
rebutan antara Bone dan Inggris.
Posisi Bulukumba dan sekitarnya pasca Perjanjian Bungaya
pertama tahun 1667 adalah sebagai status pinjaman dari Belanda kepada Kerajaan
Bone termasuk Bantaeng, Lamuru, Panciro,Mario dan sebagian Soppeng.Tapi persaingan
antara Belanda dengan Inggris untuk
menguasai Sulawesi Selatan pasca kekalahan Belanda oleh Inggris di
Eropa,memaksa semua koloninya untuk tunduk kepada Inggris.Hal ini tentu saja
tidak diterima oleh Kerajaan Bone yang merasa bahwa menyerahkan Bulukumba ke tangan
Inggris adalah pelanggaran perjanjian
Bungaya pada Pasal 6 yang memerintahkan pengusiran semua orang Inggris dalam
wilayah Bone dan Gowa. Tetapi Inggris tetap bertahan dengan dalih pernah
membantu Bone menghancurkan pos Belanda di Bantaeng dan Bulukumba tahun 1797.Richard
Philips tetap membujuk raja Bone ke-XXIII Toppatunru Arupalakka( bukan
Arupalakka yang dikenal selama ini) untuk menyerahkan Bulukumba kepada
Inggris.Keinginan Inggris ini diterima oleh raja Bone dengan 6 syarat
dimana syarat ke-5 adalah Bone tidak
mengakui keberadaan Inggris di Maros, Bantaeng dan Bulukumba. Syarat ini tentu
saja ditolak mentah-mentah oleh Inggris karena ambisinya untuk menguasai
pelabuhan Bantaeng, Bulukumba,Bajoe, Ujungloe, Mangarabombang, Palime dan Siwa
akan batal. Untuk memaksa Kerajaan Bone menyerahkan Bulukumba kepada Inggris,maka
dikeluarkanlah sebuah manifest tentang perbuatan Bone yang dianggap tidak sah
yang terdiri dari 11 point dimana point ke-8 berbunyi bahwa ,,Bone telah menghasut rakyat Bulukumba, Bantaeng,
Maros sehingga terbunuhnya juru bahasa Ingggris dan mengancam keselamatan
Resident Philips”. Manifest ini nampaknya sedikit mengubah cara berfikir
beberapa bangsawan di Sulawesi Selatan tetapi tetap ditolak oleh Bone dan
Bulukumba. Contoh kongkritnya adalah direbutnya Pelabuhan Pare-pare oleh Inggris
dan dipersewakan kepada Kerajaan Sidenreng.Cara ini tentu saja mengancam rakyat
Wajo yang mayoritas pedagang yang sering
memanfaatkan Pelabuhan Pare-Pare sehingga membantu Bone untuk menyelamatkan
Pelabuhan Bulukumba termasuk semua pelabuhan di teluk Bone yang dikuasai oleh
Bone.Peran sentral dan pengaruh Bulukumba menjadikan pemerintahan Inggris tahun
1812-1816 dianggap gagal di wilayah ini
karena kegagalannya untuk mendapatkan Bulukumba yang mempunyai kedudukan
strtegis dengan pelabuhannya serta hasil padinya.. Setelah Inggeris meninggalkan
Bulukumba pada tanggal 25 September 1816 , Belanda kembali berkuasa dengan bermaksud mencabut hak pinjam
itu dan harus diserahkan semua wilayah
Oostder Provincie kepada Belanda yang terdiri dari 14 wilayah Distrik yaitu,Tompobulu, Bulukumba,
Gantarang, Ujungloe, Palioi,Bontotangnga, Garassi, Hero, Langnge-Langnge, Tiro,
Ara, Bira, Tanaberu dan Lemo-Lemo..Hubungan dengan Belanda menjadi lebih gawat
karena Bone tetap ngotot mempertahankan wilayah itu. Pada tahun 1688 Raja Bone Arupalakka
dahulu memang pernah memohon kepada Belanda untuk menyerahkan Langnge-Langnge
sebagai hadiah perkawinan dengan
isterinya Daeng Talele dan dikabulkan. Pada tahun 1690 Bone kembali mengajukan permintaan agar dia diberi
pembantu dari Bulukumba sebanyak 30 orang tapi ditolak oleh pimpinan VOC Willem
Hartsink. Dasar ini pulalah yang dijadikan alasan oleh Bone kepada pemerintah
baru yakni Inggris untuk tetap menghormati wilayahnya termasuk Langnge-Langnge
dan sekitarnya.
Pemerintah Inggris pada awal kekuasaannya di Sulawesi Selatan
dibawah komandan Mayor Jenderal Nigtingale langsung berkunjung ke Bulukumba dan Ujungloe dan berhasil merebut benteng Bulukumba dan
Bone di Beba.Posisi para rajapun terbagi dua antara lain Arung Ponre dan
Bantaeng menerima Inggris sedangkan Gantarang, Ujungloe, Bulukumba dll tetap
setia kepada Bone.Kondisi ini memaksa Bone untuk membujuk Ponre membatalkan
kesetiaannya kepada Inggris dan memberi bantuan persenjataan untuk memerangi
Bantaeng pada tanggal 25 Juni 1814.Posisi Inggris semakin gawat dengan tindakan
Arung Bulukumba yang mengetahui bahwa Letkol Macloed akan ditarik ke Jawa dan tiba-tiba
Bone dan pendukungnya menyerang posisi Inggris di Rejang Lawie dan menang.
Kekacauan terus terjadi karena ditambah intrik-intrik istana
untuk melemahkan posisinya menghadapi Inggris.Langkah mengacaukan Oostder
Provincie dimulai dengan pertemuan para bangsawan Bantaeng untuk membunuh
Karaeng Bulukumba.Saat itu sedang mabuk candu,tiba-tiba menyerang Karaeng
Bantaeng dengan kerisnya dan tiba-tiba adik Karaeng Bantaeng mengambil keris
itu dan membunuh Karaeng Bulukumba pada tanggal 16 Juli 1814 .Setelah Karaeng
Bulukumba terbunuh,Inggris mengharapkan Karaeng Ujungloe menjadi raja,tetapi
dewan adat justeru memilih adik Karaeng Bulukumba sendiri sebagai penggantinya
yaitu Daeng Manalangga yang juga anti Inggris dan dilantik oleh dewan adat
sebagai raja baru.Langkah pertama yang dilakukan oleh Daeng Manalangga adalah
menyerang Ujungloe yang mulai dekat dengan Inggris dengan serangannya tanggal 5
Agustus 1814 dan menang atas bantuan pasukan Bone.
Perebutan posisi Oostder Province semakin hari semakin gawat
dimana kebanyakan raja tetap setia kepada Bone,sementara Inggris sebagai
pemerintah baru menggantikan Belanda dianggap tidak mampu menggaet para raja.
Posisi Kajang sebagai pusat kekuatan Bone kembali diuji setelah pasukan Ingeris
mengepung Bulukumba dengan pasukan terbaik ditambah kapal paling canggih pada
jamanya yakni kapal meriam Nautilus ditambah Kapal meriam No.7 dan 9 tapi tetap
gagal karena sebagian besar pasukan
Inggris jatuh sakit.
D Kesimpulan
Dengan mengamati data di atas, tentunya kita akan
bertanya,sesungguhnya kapan Bulukumba itu lahir.Kalau kita mengamati
lontara,tidak ada petunjuk yang menguatkan dalam penentuan hari jadi Bulukumba
yang mencakup seluruh wilayah administrative. Demikian pula kejadian-kejadian
lain,susah untuk dijadikan sebagai tonggak sejarah dalam penentuan hari jadinya yang pasti. Menurut penulis,masa
berdaulat dan diakui oleh Gowa sebagai pemegang hegemoni kekuasaan di Sulawesi
Selatan waktu itu adalah saat
pemerintahan Karaeng Tumapa’risi Kallonna menjadikan Bulukumba dan
sekitarnya sebagai palili tahun 1511.Dengan memadukan tanggal pelantikan Bupati
pertama, maka didapatlah rumusan yang lebih diterima.Atau tetap menerima
tanggal 4 Pebruari,tetapi tahunnya adalah 1511.Jadi hari jadinya adalah 4
Pebruari 1511,Dan apabila diperingati tahun depan maka Bulukumba telah berusia
502 tahun.Cara inilah juga yang digunakan Pemda Sinjai dalam memperingati hari
jadinya yaitu perpaduan antara tanggal pelantikan Bupati pertama dengana tahun
penyatuan wilayah Tellu Limpoe. Kalau memang tidak dapat diterima,ada baiknya
dipikirkan hari jadinya disebut hari jadi Kabupaten Bulukumba seperti sekarang
ini, mengingat nama Bulukumba sudah dicatat dalam naskah-naskah sejarah jauh
sebelumnya,bahkan orang-orang Bulukumba telah berperan besar dalam kemajuan
Sulawesi Selatan.Trims.
Sinjai,14
Oktober 2012
Penulis
DAFTAR PUSTAKA
-Gibson,Thomas,Kekuasaan Raja,Syeikh dan Ambtenar,2009, Makassar:Ininnawa.
-Mappangara,Suriadi. Ed,2004 Ensiklopedia Sejarah Sulawesi Selatan sampai tahun 1905,Makassar:
Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Sulsel
-Matthes,DR.F,1860,Makassaarschef
Chrestomahie, Amsterdam:
Spin&Zoon
-Padindang,Andi Jamaluddin,2006, Catatan Harian La Temmassonge Matinroe ri Mallimongeng ( Raja Bone
ke-XXII ), Makassar: La Macca Press.
-Polinggomang,Edward dan Suriadi Mappangara. Ed, 2004, Sejarah Sulawesi Selatan Jilid I,Makassar
:Balitbangda Sulsel.
1 komentar — Skip ke Kotak Komentar
Alhamdulillah luarbiasa ulasan sejarah dari bapak.. saya yg awam sedikit lbh faham... terimakasih pak.
Posting Komentar — or Kembali ke Postingan