SEJARAH DAN ASAL MULA “SIRAU SULO” Kab .Bone
Desa
Pongka dibangun oleh sekelompok Migran dari Kabupaten Soppeng yang mengasingkan diri karena tidak senang dengan
kesewenang-wenangaan penguasa Soppeng pada waktu itu. Protes sosial dikarenakan sifat penguasa Soppeng yang sangat bertentangan dengan hati nurani
rakyat, yakni : penindasan,
pemerkosaan dan pemaksaan menjadi
motivasi perpindahan ke Pongka.
Dalam
perjalanan mencari pemukiman, mereka rujuk pada sebuah bunyi gendang ajaib yang
dibunyikan setiap kali memasuki sebuah wilayah. Beberapa nama wilayah yang
telah mereka namakan ialah kampung Lacenno(karena
bunyi gendangnya nyaring) dan kampung Mario
karena bunyi gendangnya Mario/gembira.
Pada
saat tiba di suatu wilayah, bunyi gendang tersebut ganjil. Bunyinya mirip
dengan suara “ngka” atau ada. Hal inilah yang menyebabkan penamaan desa Pongka.
Atas kesepakatan rombongan dari Soppeng mereka lalu tinggal di desa Pongka atas
seijin Raja Bone.
Yang
bertindak sebagai pelopor pada
kegiatan pengasingan ke desa Pongka adalah Panglima Perang yang bernama “Petta
Makkuli Lajengnge”.
Rumah
masyarakat Pongka waktu itu mengahadap ke arah Barat dan rumah masyarakat Soppeng
ke arah Timur sebagai bukti ketidakcocokan antara keduanya.
Mereka
juga melakukan perang api “Sirawu’ Sulo” yang dipelopori oleh Petta Makkuli
Lajengnge.
Kegiatan
“Sirawu Sulo” ini biasanya diadakan 3 (tiga ) tahun sekali yang tidak boleh
tidak dilaksanakan karena kegiatan ini
mempunyai pengaruh pada masyarakat “Desa Pongka” karena masyarakat desa pongka
sendiri percaya bahwa acara Sirawu
Sulo ini tidak dilaksanakan maka akan terjadi malapetaka bagi masyarakat desa
Pongka tersebut.
Ø Makna
pelaksanaan Ritual Sirawu Sulo
-
Sebagai ritual untuk menolak bala
-
Pesta panen kapas, jagung, kacang hijau, tembakau
Ø Makna
ayam dan gendang dalam prosesi pelaksanaan ritual “sirawu Sulo” yakni :
-
Ayam sebagai symbol kegembiraan masyarakat desa
Pongka untuk menyambut acara ritual “Sirawu Sulo”.
-
Gendang sebagai symbol penyemangat bagi
masyarakat desa Pongka.
Ø Pelaksanaan
Ritual “Sirawu Sulo”
Pelaksanaan
Sirawu Sulo berlangsung di desa itu sendiri yang melibatkan beberapa orang atau
sekelompok orang dari desa Pongka untuk melakukan “ritual Sirawu Sulo”.
Pelaksanaan
ritual Sirawu Sulo harus laki-laki,
jumlah dan usianya tidak dibatasi. Pelaksanaan ritual Sirawu Sulo hanya
dilaksakan 3 malam berturut-turut yang berlangsung selama 2 jam atau lebih
tergantung dari Sulo tersebut (sampai apinya padam). Sebagian pelaksanaan
ritual sirawu Sulo ada yang menggunakan baju dan ada yang tidak menggunakan
baju. Bagi lai-laki yang menggunakan baju berisiko bajunya terbakar, tetapi
luka bakar dapat sembuh dalam waktu tiga hari dengan menggunakan minyak yang
telah diberi mantra/doa.
Sebelum ritual berlangsung, laki-laki yang akan
mengikuti ritual “sirawu sulo” wajib diolesi minyak yang sudah diberi mantra
atau doa agar kebal tehadap sulo (api).
RITUAL
1. Alat-alat
yasng digunakan pada ritual sulo : anyaman bamboo yang berisi 10 ekor ayam
dengan jumlah pampule manu 14 yang melambangkan di desa Pongka terdapat 14 RT)
2. Sulo
yang diikat dari daun kelapa keringtidak
terbatas, beras 2 liter, dan ayam 1
ekor masing – masing rumah untuk dimakan bersama.
3. Sulonya
tidak dibatasi jumlahnya.
4. Gendang
2 buah, ada juga minyak yang dipakai untuk mengoles badan
5. Sulo
tersebut terdidi dari 25 lembar daun kelapa kering
6. Ada
kuburan yang berbentuk rumah
7. Ada daun
yang di masukkan ke dalam pohon Kajuara yang dianggap keramat dan dijadikan
tempat persembahan ritual pada acara makkalu sebelum acara Sirawu Sulo
8. Setiap
mengangkat ayam harus diiringi gendang,
setelah Bulupongka. Kemudian menuju suatu tempat yang disebut Ulo-ulo
(perbatasan Pongka). Ulo-ulo adalah suatu pemekaran diri desa Pongka, setelah
itu ritual dilanjutkan di dusun tengah. Dusun tengah /waking pongka ada 14 RT,
Alau galung, kampong tengngah, waking pongka, ajang kolong. Setelah berhenti,
maka ritual dilanjutkan kesuatu tempat yang dinamakan ajang kalong.
9. Bagi
mereka yang mampu, boleh menyembelih kuda secara berkelompok minimal 7 orang.
Dan itu dilakukan di rumah yang telah disepakati, mereka melakukannya karena
merupakan bentuk kebahagiaannya tersendiri sebab dilakukan sekali dalam tiga
tahun
10. Waktu
menuju ke puncak gunung, dimana setelah sampai dipuncak Bulu Pongka, sanro
dengan 2 orang laki-laki menari yang diringi gendang.
Informasi
1. Sanro
male (sanro wanua pongka, umur 51 tahun)
2. Sanro Matta (sanro persalinan)
3. H. Ma’di
(penasehat desa, umur 55 tahun)
4. Abdi
Wakaf (ketua RT 9 kampung Tengnga”
5. Yadi
(umur 22 tahun swasta)
6. Pak
Sahibe
0 komentar — Skip ke Kotak Komentar
Posting Komentar — or Kembali ke Postingan